PENTING: Postingan ini bakal rada panjang dan gak ada cerita romantis tentang gue dan koko mihihihi (emang biasanya ada? 😛 ) Tapi postingan ini bisa memberikan informasi tentang rhesus negatif 🙂
***
Golongan darah menarik perhatian gue sejak SD. Karena sejak gue masih polos dan imut-imut, gue udah sering denger bokap bilang bahwa golongan darah anaknya bokap (golongan darah O) dan nyokap (golongan darah AB) pasti antara A atau B. Kalau bukan di antara dua itu, berarti bukan anaknya. Dan bener aja, gue ama cici gue B, sementara adek gue A.
Tapi hal ini jadi bahan ledekan di antara temen-temen SD gue, yang di kala itu ngotot bahwa gue mestinya AB atau O. Kalau bukan di antara itu, gue pasti bukan anak bokap nyokap, wong mereka golongan darahnya itu kok, masa anaknya beda. Gue ngotot balik dengan kalimat andalan “TAPI KATA PAPAKU….” yang tentu saja bukan argumen yang cukup kuat untuk ngebales mereka hahahaha. Yah mau gimana lagi, dulu gue belum bisa nunjukin tabel begini sama mereka:
Ternyata golongan darah orangtua A&B aja bisa menghasilkan anak yang golongan darahnya O loh! Padahal kan letak huruf A&B dengan O di urutan alfabet itu jauh ya! *Iye maap, gak ada hubungannya* 😛
Kemudian gue tau bahwa selain dibagi menjadi A, B, AB dan O, masing-masing golongan darah itu masih dibagi lagi menjadi rhesus negatif/positif. Tapi buat gue, cukup tau sampai situ aja. Gue sama sekali ga ngerti, emangnya kalo rhesus negatif kenapa dan kalau rhesus positif kenapa. I feel like it doesn’t matter karena toh bokap nyokap gue juga ga pernah ngomongin soal rhesus ini.
Perihal rhesus ini baru menjadi hal yang penting dalam hidup gue sejak tahun 2012.
*puter musik horor*
*matiin lagi* *olip orangnya penakut*
Di tahun 2012 itu, untuk pertama kalinya dalam hidup gue, berat badan gue melebihi 45 kg (dan tidak pernah kurang dari itu lagi, malah sekarang stabilnya di 48 kg LOL). Jadi untuk pertama kalinya juga, gue boleh ikutan mendonorkan darah gue. Hore 😀 Dengan penuh semangat, gue ikutan acara donor darah rutin di kantor.
Fast forward beberapa bulan kemudian, operator kantor bilang ada telpon buat gue dari PMI. Oh okay, gue pikir, mungkin mau ngasih proposal kegiatan untuk memohon bantuan dana dari kantor. Karena boss gue sering dapet permohonan begini dari bermacam-macam instansi.
Percakapan gue dan PMI dimulai dengan,
PMI: “Halo, dengan Ibu Olivia?”
O: “Saya sendiri. Ada yang bisa saya bantu?”
PMI: “Ibu Olivia, apakah benar pada tanggal sekian sekian Ibu melakukan donor darah di gedung ABCDE?”
O: “…Iya, benar. Ada apa ya?” (mulai bertanya-tanya, apakah semua orang yang donor darah akan di telpon oleh PMI?)
PMI: “Begini Ibu, jadi setelah kita cek… ternyata darah Ibu ini…”
O: *tahan napas* *mempersiapkan diri untuk ngedenger nama penyakit*
PMI: “…rhesusnya negatif. Tepatnya, Ibu itu golongan darah B rhesus negatif.”
O: *cengok* *berusaha mencerna informasi yang baru dikasihtau* “Ermmm.. trus emangnya kenapa mbak?”
Sesuai dugaan gue, PMI memang menyampaikan permohonan. Tapi instead of bantuan dana, mereka memohon kesediaan gue untuk memberikan bantuan donor darah.
Mereka menjelaskan ke gue bahwa mayoritas golongan darah orang adalah rhesus positif. Rhesus negatif paling banyak dimiliki oleh orang bule (ada sekitar beberapa belas persen orang rhesus negatif dalam populasi orang kaukasia) sementara untuk orang Asia, rhesus negatif itu jarang banget. Dan karena orang yang rhesus negatif hanya bisa menerima donor dari golongan darah rhesus negatif juga, jadi PMI butuh orang-orang macam gue supaya bisa dikontak saat ada emergency case yang perlu donor darah rhesus negatif.
Dari hasil gue googling, gue menemukan info di website ini bahwa ternyata hanya sekitar 2 persen doang dari populasi orang Asia yang memiliki rhesus negatif, dan B rhesus negatif itu termasuk langka karena hanya 0,4% doang dari orang Asia.
…..
HOREEEEEEEE GUE LANGKAAAAA
….ya ngga seneng juga lah ya 😐
Selain mendapatkan informasi secara ga langung bahwa seandainya gue sampai *amit-amit* kecelakaan berarti bakal susah dapetin donor darah, gue juga mendapat wanti-wanti dari orang PMI untuk info ke dokter kandungan mengenai rhesus gue waktu gue hamil suatu hari nanti.
Buat gue saat itu, kehamilan adalah hal yang masih jauh. Tapi begitu sekarang udah nikah, gue jadi ketar-ketir sendiri. Dan saat gue google “Emang kenapa kalau ibu rhesus negatif hamil”, gue dapet info yang bikin hati ini makin keder. Jadi, gue bilang ke koko bahwa dia mesti cek juga rhesusnya negatif ato positif. Karena kalau rhesus koko negatif, maka akan aman buat gue untuk hamil (setidaknya itu yang gue tangkep dari hasil googling).
Kemungkinan koko rhesus positif adalah 99,9 %. Soalnya cuma ada 0,1 persen AB rhesus negatif dalam populasi Asia, dan 1,5 persen dalam populasi dunia. Jadi AB rhesus negatif adalah golongan darah yang paling langka di dunia, dan paling sulit di dapatkan.
Sejujurnya meski akan terasa lebih aman untuk kehamilan kalau koko rhesus negatif, gue tetep berharap koko rhesus positif karena langkanya darah AB rhesus negatif. Gue sendiri pun masih agak denial dan berharap sebenernya gue rhesus positif. Mungkin PMI salah cek. *ditampar pake alat tensi darah*.
Sabtu kemaren ini, gue ama koko ke dokter kandungan buat minta rujukan cek golongan darah sekaligus konsultasi perihal rhesus negatif-positif.
Emangnya kenapa kalau suami rhesus positif sementara istri rhesus negatif?
Kalau koko rhesus positif, maka kemungkinan besar bayi gue akan memiliki golongan darah rhesus positif juga. Ketika kehamilan, kalau darah bayi yang rhesus positif masuk dalam ke dalam jaringan darah gue yang rhesus negatif, maka tubuh gue akan sadar bahwa ada ‘penyusup’ yang tidak dikenali. Tubuh gue pun bakal membangun antibodi sebagai bentuk mekanisme pertahanan untuk ‘melawan si penyusup’ ini.
Sebenernya, perbedaan rhesus ini masih aman untuk kehamilan anak pertama karena masih kecil kemungkinan untuk terjadi ‘sesuatu yang tidak diharapkan’. Selama hamil anak pertama, tubuh yang baru pertama kali ketemu sama benda asing alias si rhesus positif masih dalam proses membangun antibodi (atau kalau menurut gue, semacam mempersiapkan pasukan tempur). Persiapan ini akan sampai pada complete stage ketika anak pertama lahir.
Nah seandainya gue hamil lagi, tubuh gue udah siap dengan pasukan antibodi yang bakal langsung, minjem istilah dokter nih ya; menghantam bayi kedua.
Serem ya? SEREM LAH. Resikonya antara keguguran atau cacat 😦
Tapi ya dengan dunia kedokteran yang sekarang udah lebih canggih, udah ada solusi untuk permasalahan rhesus ini. Solusinya, saat gue hamil anak pertama nanti, gue mesti disuntik Rhogam.
Suntikan rhogam ini akan menghancurkan sel darah merah bayi yang masuk dalam jaringan darah gue, dengan begitu maka pasukan pertahanan dalam tubuh gue gak sadar ada penyusup, sehingga menghindari terbentuknya antibodi.
Suntikan rhogam ini fungsinya untuk pencegahan, mirip ama vaksin. Bedanya kalau vaksin untuk menciptakan antibodi, rhogam justru mencegah terciptanya antibodi. Kalau antibodi udah terlanjur terbentuk, kehamilan harus terus-terusan dipantau oleh dokter karena dengan adanya penyerangan oleh antibodi ibu kepada bayi, bayinya bisa anemia. Dan bisa sampai perlu transfusi darah untuk janin (tetap dengan adanya resiko keguguran dan cacat tadi). Bener-bener horor kan.
Setelah konsultasi, gue dan koko agak lega karena udah mulai mendapat gambaran mengenai rhesus. Juga karena merasa sudah mendapatkan solusi 🙂
Kita lanjut berangkat ke lab untuk cek golongan darah dan rhesus.
Sejam kemudian, kita udah dapet hasilnya. Hasil punya koko maksudnya.

AB Rhesus Positif 🙂
Lah hasil gue mana? Hasil cek golongan darah gue masih ditahan di rumah sakit dan mau mereka kirim ke PMI pusat karena hasilnya: Rhesus Negatif. Sesuai peraturan, rumah sakit ga bisa langsung ngasih hasil cek golongan darah ke pasien yang rhesus negatif, karena darah pasien harus di cek sekali lagi di PMI pusat. Jadi nantinya gue akan dapet dua kartu hasil cek rhesus, dari rumah sakit dan dari PMI. Hasilnya baru bisa diambil setelah 3 hari.
HORE GUE DAPET LEBIH BANYAK KARTU DARI KOKOOOOO. *istri kompetitif* huahahaha 😛
Hal begini apa yang mesti dibikin bangga ye 😆
Sebenernya mau dicek lagi di PMI pusat juga ga bakal merubah rhesus gue, soalnya toh dari awal gue emang taunya dari PMI langsung. Tapi selain untuk double check, mungkin mereka mau menyimpan data pasien yang memiliki rhesus negatif.
Hufffhhh. Dari 1000 orang Asia, cuma 4 orang yang B rhesus negatif. Salah satu dari 4 orang itu adalah gue. Kenapa kalau untuk lotre/door prize ga seberuntung itu ye? Huahahahah 😆
Lumayan banyak orang yang belum tahu mengenai pentingnya rhesus. Tapi selain untuk kehamilan, ada baiknya kita punya informasi in case of emergency, rhesus apakah kita? 🙂
P.S.: Gue melakukan konsultasi dengan dr. Binsar Sitompul, SPoG di RS Hermina Daan Mogot. Orangnya ramah dan cukup jelas dalam memberikan informasi. Di akhir konsultasi juga tidak segan ngasih kartu nama dan nomor whatsappnya. I would probably go to him again if koko and I got pregnant 🙂